SEJARAH SOSIAL
HUKUM ISLAM PERIODE KONTEMPORER
A. Latar
Belakang
Sejarah hukum adalah studi tentang bagaimana hukum
berkembang dan apa yang menyebabkan perubahannya. Dalam bahasa arab sejarah
disebut tarikh, sejarah dianggap sebagai entitas yang sangat mendasar dalam
kehidupan.
Sejarah adalah gambaran riil dari potret kehidupan
yang sangat varian dan dinamis. Akumulasi perilaku sosial keagamaan maupun
perilaku sosial lainnya dalam kehidupan masyarakat plural dapat diamati dan
dikritisi melalui fakta empirik peninggalan sejarah kehidupan manusia. Dengan
demikian semua perilaku sosial, baik perilaku positif maupun negatif akan dapat
dilacak melalui data-data historis. Atas dasar ini, fungsi maupun kontribusi
sejarah bagi generasi kemudian adalah memberikan pelajaran mendasar bagi
kehidupannya yang tentu dianggap mampu memberikan inspirasi bagi praktik
kehidupan yang akan datang.
Persoalan-persoalan hukum dalam
berbagai aspeknya yang dulunya tidak pernah terbayangkan muncul, pada era
globalisasi muncul dan berkembang dengan cepat. Persoalan-persoalan dalam
bidang hukum Islam yang belakangan muncul misalnya cloning, bayi tabung, dan
lain-lain. Persoalan-persoalan dalam bidang ekonomi misalnya zakat profesi,
asuransi, pasar modal, bursa efek, dan lain-lain. Padahal wahyu yang turun pada
Rasulullah telah berhenti, Al-Qur’an telah tamat, tidak ada yang ditambah lagi.
Hadis tidak akan ada yang muncul baru lagi karena Rasul telah lama wafat.
Sementara tidak semua kasus kehidupan yang perlu didudukkan hukumnya terekam
oleh ayat-ayat al-Qur’an dan hadis Rasulullah.
Dengan demikian sejarah pada hakikatnya tidak bisa
lepas dari kehidupan manusia. Sejarah akan menjadi inspirasi kehidupan dan
kehidupan pada gilirannya juga akan menjadi sejarah baru bagi generasi yang
akan datang. para orientalis memandang bahwa
hukum Islam memiliki karakter ruang lingkup yang terbatas (tahdid),
tetap (sabat), pasti (qath’i), dan abadi (dawam).
Oleh karena itu, hukum Islam tidak dinamis dan tidak mampu mengikuti
perkembangan zaman dan beradaptasi dengannya. terkait dengan sejarah
penetapan dan penentuan hukum dalam Islam. Sebab dengan mengetahui sejarah
penetapannya ( tarikh tasyri’) berarti masyarakat telah memiliki ilmu yang
sangat tepat untuk mengetahui Sejarah Sosial Hukum Islam Priode Kontemporer.
Masa Kontemporer seperti yang kita rasakan sekarang
ini banyak sekali kemajuan dan perubahan prilaku sosial di masyarakat oleh
karena itu dituntut adanya suatu atauran agama yang mengatur prilaku masyarakat
yang secara kontemporer. Oleh karena itu para ulama menetapkan hukum islam
berdasarkan kondisi sosial masyarakat saat ini, produk hukum tersebut dikenal
dengan produk hukum priode kontemporer oleh sebab itu banyak buku-buku fiqh
kontemporer yang di terbitkan.
B. Pengertian
Kata sejarah secara harafiah berasal dari kata Arab (شجرة: šajaratun)
yang artinya pohon. Dalam bahasa Arab sendiri, sejarah disebut tarikh (تاريخ ).
Adapun kata tarikh dalam bahasa Indonesia artinya kurang
lebih adalah waktu atau penanggalan. Kata Sejarah
lebih dekat pada bahasa Yunani yaitu historia yang berarti ilmu atau orang pandai.
Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi history,
yang berarti masa lalu manusia. Kata lain yang mendekati acuan tersebut adalah Geschichte yang berarti sudah terjadi.
Sedangkan pengertian menurut Aristoteles Sejarah merupakan satu sistem yang
meneliti suatu kejadian sejak awal dan tersusun dalam bentuk kronologi. Pada
masa yang sama, menurut beliau juga Sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa
lalu yang mempunyai catatan, rekod-rekod atau bukti-bukti yang konkrit.
Sejarah
tidak bisa dilepaskan dengan kondisi sosial masyarakat karena pengertian Sosial
adalah sesuatu yang dibangun dan terjadi dalam sebuah situs komunitas. menurut Kartodirjo mengartikan sejarah sosial secara luas dia menganggap
setiap gejala sejarah yang memanifestasikan kehidupan sosial suatu komunitas
atau kelompok, dapat disebut sejarah sosial.
Dalam
perkembangannya sejarah sosial mendapat konotasi yaitu sebagai
sejarah perjuangan kelas pada umumnya, dan berdekatan dengan arti tersebut
ialah
sejarah sosial sebagai sejarah gerakan sosial, antara lain mencangkup gerakan
serikat
buruh, gerakan kaum sosialis, gerakan kaum nasionalis, gerakan emansipasi
wanita,
gerakan anti perbudakan dan lain sebagainya. Gerakan sosial (social
movement)
sebagai gejala sejarah senantiasa menarik karena di dalamnya terdapat
proses
dinamis dari kelompok dari kelompok sosial yang dimobilisasi oleh tujuan
ideologis,
terutama pada fase gerakan itu belum melembaga secara ketat sebagai
organisasi formal.
Aspek
prosesual juga sangat menonjol dalam sejarah sosial seperti
sejarah urban (kota) yang mencangkup proses urabanisasi, mobilitas penduduk,
kriminalitas, dan masalah sosial lainnya, sejarah bisnis, rekreasi,
kesenian, dan lain sebagainya. Sebagai pusat dinamika sosial, kota sudah
barang tentu kaya raya akan datanya. Sejarah Revolusi sudah barang tentu
pada umumnya berpusat di kota-kota. Gerakan massa berlokasi di kota
pula.
Hukum
Islam adalah hukum yang dibuat untuk kemaslahatan hidup manusia dan oleh karenanya hukum Islam sudah
seharusnya mampu memberikan jalan keluar dan petunjuk terhadap kehidupan
manusia baik dalam bentuk sebagai jawaban terhadap suatu persoalan yang muncul
maupun dalam bentuk aturan yang dibuat untuk menata kehidupan manusia itu
sendiri. Hukum Islam dituntut untuk dapat menyahuti persoalan yang muncul
sejalan dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Hal
inilah yang menyebabkan pentingnya mempertimbangkan modernitas dalam hukum
Islam.
Hukum
Islam adalah hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat sedangkan masyarakat
senantiasa mengalami perubahan. Perubahan masyarakat dapat berupa perubahan tatanan
sosial, budaya, sosial ekonomi dan lain-lainnya. Bahkan menurut para ahli
lingusitik dan semantik bahasa akan mengalami perubahan setiap sembilan puluh
tahun. Perubahan dalam bahasa secara langsung atau tidak langsung mengandung
arti perubahan dalam masyarakat. Perubahan dalam masyarakat dapat
terjadi disebabkan karena adanya penemuan-penemuan baru yang merubah sikap
hidup dan menggeser cara pandang serta membentuk pola alur berfikir serta
menimbulkan konsekwensi dan membentuk norma dalam kehidupan bermasyarakat.
Oleh
karena hukum Islam hidup di tengah-tengah masyarakat dan masyarakat senantiasa
mengalami perubahan maka hukum Islam perlu dan bahkan harus mempertimbangkan
perubahan (modernitas) yang terjadi di masyarakat tersebut, hal ini perlu dilakukan
agar hukum Islam mampu mewujudkan kemaslahatan dalam setiap aspek kehidupan
manusia di segala tempat dan waktu. Dalam teori hukum Islam kebiasaan
dalam masyarakat (yang mungkin saja timbul sebagai akibat adanya modernitas)
dapat dijadikan sebagai hukum baru (al-‘Adah Muhakkamah) selama
kebiasaan tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
Perubahan
dalam masyarakat memang menuntut adanya perubahan hukum. Soekanto menyatakan
bahwa terjadinya interaksi antara perubahan hukum dan perubahan masyarakat
adalah fenomena nyata. Dengan kata lain perubahan masyarakat
akan melahirkan tuntutan agar hukum (hukum Islam) yang menata masyarakat ikut
berkembang bersamanya.
Sedangkan kontemporer adalah pada waktu yang sama; semasa;
sewaktu; pada masa kini; dewasa ini.
Secara etimologis, kata
“kontemporer” berasal dari dua kata, yaitu kata co yang
artinya bersama dan kata tempo yang berarti waktu. Sehingga,
kontemporer berarti bersifat kekinian atau merefleksikan situasi waktu yang
sedang dilalui. Maka, dapat dikatakan, bahwa “kontemporer” merupakan masa, di
mana kita berada dalam suatu zaman.
Karena
kontemporer menggambarkan sebuah keadaan waktu yang sedang berjalan itu lah,
maka sesuatu yang bersifat kontemporer tidak bersifat tetap dan cenderung
terus-menerus mengalami perubahan. Namun, kontemporer itu sendiri tidak dapat
lepas dari apa yang sudah berlalu, karena sesuatu yang ada pada saat ini juga
dipengaruhi oleh yang sudah berlalu. Jadi pengertian
sejarah sosial hukum islam priode kontemporer adalah pengetahuan yang mempelajari kejadian yang
telah terjadi pada masa kini (kontemporer) yang berkaiatan dengan penetapan
hukum islam yang mengacu pada kondisi sosial umat islam
C. Kondisi
Sosial dan Pemikiran Kontemporer
Fenomena pemikiran kontemporer sesungguhnya merupakan respon
atas kondisi sosial kekalahan bangsa Arab di tangan Israel pada perang enam
hari Juni 1967. Peristiwa itulah yang menjadi garis pemisah antara apa yang
disebut dengan pemikiran modern dan pemikiran kontemporer, Problem utama
pemikiran Islam Kontemporer umumnya terkait sikap terhadap tradisi (turats) di
satu sisi dan sikap terhadap modernitas (hadatsah) di sisi yang lain.
Berbeda dengan
pemikiran tradisional yang menyikapi modernitas dengan apriori demi konservasi,
juga berbeda dengan pemikiran modern yang menyikapi tradisi sebagai sesuatu
yang mesti dihilangkan demi kemajuan; pemikiran Islam Kontemporer terlibat
pembacaan kritis terhadap kondisi tradisi dan modernitas sebelum akhirnya
mempertemukan keduanya, dalam kerangka menjawab tantangan kontemporer.
Bagaimana struktur pemikiran Islam Kontemporer, trend apa yang menjadi gagasan
besarnya.
Dibawah ini akan disebutkan kondisi sosial masyarakat priode
kontemporer:
1.
Masa
Modren
Sekularisasi
pada masa moderen mempengaruhi budaya kontemporer pada masa sekarang ini. Masa
moderen berawal sejak abad ke 18, saat ilmu pengetahuan dan teknologi mulai
berkembang di golongan masyarakat menengah sebagai perpanjangan dari manusia
yang membuat aktivitas manusia menjadi lebih efektif dan efisien. Teknologi
yang berkembang itu jelas tidak mengenal hal-hal yang bersifat pribadi,
sehingga dalam budaya moderen, muncullah semangat zaman, yaitu tidak lagi ada
pengkelas-kelasan dalam masyarakat. Pada masa moderen, hal-hal pribadi menjadi
netral atau dikesampingkan, saat berada di ruang publik. Maka, muncullah
sekularisasi yang memisahkan urusan pribadi (pada mulanya agama) dengan urusan
publik (pada mulanya kenegaraan), sedangkan di masa sebelumnya, urusan agama
sama dengan urusan Negara. Masa kontemporer pada saat ini merupakan masa post
moderen, di mana teknologi sudah lebih berkembang lagi, khususnya di bidang
teknologi informasi yang seolah menghapuskan strata dalam masyarakat.
Bagi Hans
Bertens, postmodernisme adalah meleburnya batas wilayah dan pembedaan
antara high culture dan low culture, antara
penampilan dengan kenyataan, dan segala oposisi biner lainnya, seperti tak ada
lagi batasan antara budaya timur dan barat. Bahkan, cita rasa dan gaya hidup
juga sudah tidak ada lagi batas-batasnya. Saat ini, gaya hidup bukan lagi
menjadi monopoli suatu kelas, tetapi sudah menjadi lintas kelas, sehingga kelas
atas, menengah, bawah yang dulu terlihat jelas sudah tidak lagi terlihat jelas,
karena sudah bercampur-baur.
Maka dari
itu, budaya kontemporer saat ini adalah budaya dediferensiasi, di mana terjadi
peleburan di segala bidang.
2.
Hiperealitas
Budaya
kontemporer pada saat ini juga dapat disebut sebagai budaya hiperrealitas atau hyperreality.
Menurut Martin Heidegger, seorang filsuf Jerman dan Jean Baudrillard, seorang
filsuf, sosiolog, serta pakar kebudayaan asal Prancis, budaya kontemporer pada
masa sekarang ini muncul karena adanya perkembangan yang sangat hebat dalam
bidang teknologi informasi, seperti televisi, telepon, handphone,
dan internet yang menggeser konsepsi ruang dan waktu yang seharusnya serempak
menjadi konsepsi ruang dan waktu yang tidak lagi sistematis.
Contoh dari
fenomena, di mana manusia telah dapat mengatasi ruang dan waktu, yaitu: Dengan
adanya televisi, kita bisa melihat tempat-tempat yang jauh tanpa harus pergi ke
tempat tersebut, serta dengan adanya siaran langsung di televisi, kita bisa
menonton sebuah kejadian di tempat yang jauh dalam waktu yang bersamaan. Atas
dasar gejala tersebut, muncullah dua pendapat:
a. Haiddeger
Menurutnya,
fenomena budaya kontemporer ini adalah hyperreality, karena pada
saat ini, muncul lautan informasi. Sehingga, budaya kontemporer merupakan
budaya yang tidak memiliki center atau patokan.
Misalnya,
tidak ada lagi aturan-aturan dalam membuat suatu karya seni, contohnya dalam
musik. Dalam masa kontemporer, setiap musisi memiliki kebebasan untuk membuat
karyanya sendiri. Namun, karya yang diakui oleh masyarakat atau diafirmasi
sosial lah yang akhirnya menjadi budaya. Sebagai contoh, Michael Jackson
memiliki ciri khas sendiri dalam bernyanyi dan aksi panggungnya, sehingga ia
memiliki massa yang menggemarinya. Karena ia telah diakui oleh massanya itu lah,
Michael Jackson menciptakan sebuah kebudayaannya sendiri, yaitu kebudayaan pop.
b.
Baulrillard
Pada
dasarnya, pendapat Baudrillard ini sama dengan apa yang dikatakan oleh
Heidegger mengenai budaya kontemporer, yaitu masa ini muncul setelah teknologi
mulai berkembang dengan pesat. Perkembangan dalam bidang teknologi ini
menimbulkan gejala hiperrealitas, di mana fakta dan fiksi atau rekayasa sudah
berbaur. Namun, bukan hanya fakta dan fiksi atau rekayasa saja yang berbaur,
tetapi juga sebuah kondisi, di mana kepalsuan berbaur dengan keaslian, masa
lalu berbaur dengan masa kini, serta kebohongan yang berbaur dengan kebenaran.
Misalnya,
pada masa kontemporer ini banyak bermunculan iklan-iklan di media cetak, maupun
elektronik. Pada iklan-iklan tersebut, bintang iklan selalu terlihat sempurna
secara fisik, namun ternyata kenyataannya tidak demikian. Dengan kecanggihan
teknologi, kekurangan-kekurangan pada bintang iklan tersebut sudah tidak
terlihat lagi, sehingga gejala dalam budaya kontemporer pada saat ini adalah juga
memudarnya batasan antara fiksi dengan fakta.
Karena itu
lah, dalam masa kontemporer ini, kita tidak lagi dituntut untuk berpikir secara
sistematis. Sehingga, pada masa kontemporer saat ini, situasinya sangat
bertentangan dengan Cartesian atau konsepsi dari Rene Descartes, yaitu untuk
berpikir secara jernih dan terpilah-pilah. Maka dari itu, seseorang tidak dapat
lagi hanya memegang hanya satu makna, misalnya satu disiplin ilmu saja,
melainkan harus dapat memegang beberapa makna.
Contohnya,
saat ini, kita merasa sangat mudah, jika ingin mencari informasi atau
pengetahuan tertentu melalu internet. Hampir semua informasi yang kita butuhkan
bisa dicari melalui internet. Sehingga, kita tidak hanya bisa memegang satu
makna, misalnya satu situs tertentu saja, karena kita dipaparkan oleh berbagai
sumber dengan informasi yang sangat beragam.
3. Budaya Populer
Dengan tidak
adanya otoritas tunggal yang memberi aturan pada masa kontemporer ini, maka di
sini yang berperan adalah logika massa yang cenderung silih-berganti. Sesuatu
yang dikenal dan diakui oleh massa yang banyak, itulah yang menjadi kebudayaan
pada masa ini. Dalam kata lain, sesuatu yang populer pada saat ini lah yang
menjadi budaya, sehingga budaya kontemporer pada saat ini juga dihubungkan
dengan budaya populer atau pop culture.
Dalam
aplikasi budaya populer, misalnya dalam musik pop, sudah tidak ada lagi
pemisahan dalam genre-genrenya. Musik apapun yang digemari oleh
banyak orang atau telah menjadi mainstream, itulah yang disebut
musik pop.
Pop culture cenderung
disukai oleh banyak orang, karena pop culture merupakan
kebudayaan yang pragmatis dan praktis, sehingga mudah dikonsumsi massa dan
“membuai indera”.
Contoh
lainnya, saat ini orang-orang menyukai hal-hal yang serba cepat, karena
konsepsi ruang dan waktu yang sudah bergeser tadi, sehingga buku-buku yang
menawarkan pengetahuan, serta keterampilan yang bisa diperoleh dalam waktu
singkat sangat digemari oleh masyarakat. Kita dapat melihat kecenderungan ini
dari semakin banyaknya diterbitkan buku-buku yang bersifat pragmatis praktis
(buku-buku mengenai how to atau buku-buku self-help)
atau majalah-majalah yang berisi tips-tips praktis mengenai berbagai hal
praktis.
Dengan
budaya populer yang serba instan ini, maka muncullah apa yang disebut dengan
banalisme atau kedangkalan, yaitu seseorang jadi kehilangan makna sesungguhnya,
karena adanya teknologi-teknologi yang menawarkan kemudahan hidup.
Misalnya,
pada saat ini banyak sekali remaja yang lebih senang bergaul lewat jejaring
sosial yang bersifat semu, daripada berteman dengan ikut dalam suatu kegiatan
yang konkret. Dalam dunia maya, mereka bisa jadi sangat lihai bergaul, tetapi
pada kanyataannya tidak, padahal kita hidup dalam dunia yang nyata.
Itulah
gambaran sekelumit kondisi sosial masyarakat kontemporer, semua sosio
masyarakat sudah berbeda jauh dengan zaman yang telah lampau, oleh karenanya
dalam kondisi sosial tersebut agar masyarakat tidak terjerumus atau
terperangkap dalam kebingungan untuk bertindak berdasarkan agama, maka lahirlah
atau di tetapkanlah sebuah penetapan hukum islam yang bersifat kontemporer guna
mengikuti perkembangan zaman
D. Produk
Hukum Masalah Kondisi Sosial Priode Kontemporer
Pada
masa sekarang ini banyak sekali persoalan-persoalan baru yang muncul di
tengah-tengah masyarakat namun masyarakat belum ada patokan untuk berpijak
dikarenakan permasalahan tersebut tidak ada dizamannya nabi maupun dindalam
nash al-quran. Namun beruntung para ulama bisa memecahkan kondisi sosial
tersebut dengan fatwa-fatwa hukum sebagai landasan berpijak umat islam, di
antara fatwa-fatwa tersebut yakni mengenai:
1.
Bank Susu
Mengenai
masalah bank susu ada dua pendapat fiqh yang saling bertentangan yakni yang
pertama pendapat yang membolehkan Ulama besar semacam Dr. Yusuf
Al-Qaradawi tidak menjumpai alasan untuk melarang diadakannya semacam
"bank susu." Asalkan bertujuan untuk mewujudkan maslahat syar’iyah
yang kuat dan untuk memenuhi keperluan yang wajib dipenuhi.
Beliau
cenderung mengatakan bahwa bank air susu ibu bertujuan baik dan mulia, didukung
oleh Islam untuk memberikan pertolongan kepada semua yang lemah, apa pun sebab
kelemahannya. Lebih-lebih bila yang bersangkutan adalah bayi yang baru
dilahirkan yang tidak mempunyai daya dan kekuatan.
Beliau
juga mengatakan bahwa para wanita yang menyumbangkan sebagian air susunya untuk
makanan golongan anak-anak lemah ini akan mendapatkan pahala dari Allah, dan
terpuji di sisi manusia. Bahkan sebenarnya wanita itu boleh menjual air
susunya, bukan sekedar menyumbangkannya. Sebab di masa nabi, para wanita yang
menyusui bayi melakukannya karena faktor mata pencaharian. Sehingga hukumnya
memang diperbolehkan untuk menjual air susu.
Bahkan
Al-Qaradawi memandang bahwa institusiyang bergerak dalam bidang pengumpulan
‘air susu’ itu yang mensterilkan serta memeliharanya agar dapat dinikmati oleh
bayi-bayi atau anak-anak patut mendapatkan ucapan terima kasih dan
mudah-mudahan memperoleh pahala.
Selain
Al-Qaradawi, yang menghalalkan bank susu adalah Al-Ustadz Asy-Syeikh Ahmad
Ash-Shirbasi, ulama besar Al-Azhar Mesir. Beliau menyatakan bahwa
hubungan mahram yang diakibatkan karena penyusuan itu harus melibatkan saksi
dua orang laki-laki. Atau satu orang laki-laki dan dua orang saksi wanita
sebagai ganti dari satu saksi laki-laki. Bila tidak ada saksi atas penyusuan
tersebut, maka penyusuan itu tidak mengakibatkan hubungan kemahraman antara ibu
yang menyusui dengan anak bayi tersebut.
Sengkan
yang tidak membenarkan bank susu
di antara ulama kontemporer yang tidak membenarkan adanya bank air susu adalah
Dr. Wahbah Az-Zuhayli dan juga Majma’ Fiqih Islami. Dalam kitab Fatawa Mua`sirah, beliau menyebutkan bahwa
mewujudkan institusi bank susu tidak dibolehkan dari segi syariah.
Demikian
juga dengan
Majma’ Fiqih
Al-Islami melalui Badan Muktamar Islam yang diadakan di Jeddah pada
tanggal 22 – 28 Disember 1985/ 10 – 16 Rabiul Akhir 1406. Lembaga inidalam
keputusannya (qarar) menentang keberadaan bank air susu ibu di seluruh negara
Islam serta mengharamkan pengambilan susu dari bank tersebut
.
2. Bank
Sperma
Bank sperma sebenarnya
telah berdiri pada tahun 1980 di Escondido California yang didirikan oleh
Robert Graham, si kakek berumur 73 tahun, bank tersebut menawarkan layanan
penyimpanan sperma bagi kaum lelaki muda yang tidak berencana untuk punya
keturunan, namun mereka takut kalau nanti mereka tidak akan menghasilkan semen
yang cukup secara jumlah dan kualitas, ketika mereka berencana untuk memiliki
keluarga.
Diantara fuqaha yang
memperbolehkan/menghalalkan inseminasi buatan yang bibitnya berasal dari
suami-isteri ialah Syaikh Mahmud Saltut, Syaikh Yusuf al-Qardhawy, Ahmad
al-Ribashy, dan Zakaria Ahmad al-Barry. Secara organisasi, yang menghalalkan
inseminasi buatan jenis ini yaitu Majelis Pertimbangan Kesehatan dan
Syara’ Depertemen Kesehatan RI, Mejelis Ulama` DKI Jakarta, dan Lembaga Fiqih
Islam OKI yang berpusat di Jeddah. Hal ini juga sesuai dengan keputusan (fatwa)
Majelis Ulama Indonesia tentang masalah bayi tabung atau enseminasi buatan.
Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami
isteri yang sah hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhiar
berdasarkan kaidah-kaidah agama.
Bayi tabung dari
pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari
isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram berdasarkan
kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit
dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan
dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya,
dan sebaliknya).
Bayi tabung dari sperma
yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan
kaidah Sadd a z-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang
pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya
dengan hal kewarisan. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain
pasangan suami isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan
hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan
berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya
perbuatan zina sesungguhnya.
Dalam masalah munculnya
bank sperma ada juga yang berpendapat hal ini, Terdapat dua hukum yang perlu
difahami di sini. Pertama, hukum kewujudan bank sperma itu sendiri
dan kedua, hukum menggunakan khidmat bank tersebut yakni mendapatkan
sperma lelaki untuk disenyawakan dengan sel telur perempuan bagi mewujudkan
satu kehamilan dengan cara enseminasi buatan. Pertama dari segi hukum kewujudan
bank sperma itu sendiri, maka hal ini tidaklah dengan sendirinya menjadi satu keharaman,
selama bank tersebut mematuhi Hukum Syara’ dari segi operasinya.
Ini berdasarkan segi
hukum, boleh saja suami menyimpan air mani mereka di dalam bank sperma hanya
untuk isterinya apabila keadaan memerlukan. Namun begitu, sperma itu mestilah
dihapuskan apabila si suami telah meninggal. Sperma tersebut juga mesti
dihapuskan jika telah berlaku perceraian (talaq ba’in) di antara suami isteri.
tetapi jika (mantan) isteri tetap melakukan proses memasukkan sel yang telah
disimpan itu ke dalam rahimnya, maka dia (termasuk dokter yang mengetahui dan
membantu) telah melakukan keharaman dan wajib dikenakan ta’zir. kedua
menggunakan khidmat bank sperma tersebut yakni mendapatkan sperma lelaki untuk
disenyawakan dengan sel telur perempuan untuk mewujudkan kehamilan dengan cara
enseminasi buatan hal ini juga sama seperti pendapat yang tela dijelaskan
diatas yang dibolehkan hanya percampuran antara sperma suaminya sendiri dengan
ovum isterinya sendiri.
3.
Waktu Buka
Puasa di Pesawat
Jika siang
hari seseorang yang berpuasa berada di pesawat dan ia tetap menjalankan
puasanya hingga malam hari (tenggelamnya matahari), ia tidaklah boleh berbuka
puasa kecuali jika telah tenggelamnya matahari. Tenggelamnya matahari di sini
dilihat dari posisi orang yang melakukan perjalanan (bukan dari tempat awal ia
berpuasa, pen). [Fatwa Al Lajnah Ad Daimah no. 5468, 10/138. Yang
menandatangani fatwa ini, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz selaku
ketua, Syaikh ‘Abdurrozaq ‘Afifi selaku wakil ketua, Syaikh ‘Abdullah bin
Ghudayan dan Syaikh ‘Abdullah bin Qo’ud selaku anggota
E. Penetapan
Hukum Islam priode Kontemporer
Sebelum memulai pembahasan pada sub ini, yang
dimaksud hukum Islam dalam makalah ini adalah fiqh, Seperti kita ketahui bahwa
makna fiqh adalah ilmu/pemahaman tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat
perbuatan yang difahami dali dalil-dalilnya yang terperinci Sebagai
suatu ilmu tentu saja harus bersandar pada sumber yang kuat dan jelas.
Sebelum kita membicarakan apa saja yang termasuk
sumber Hukum Islam, ada baiknya kita bahas dulu arti dari sumber hukum itu. Sumber
dalam hukum fiqh merupakan terjemahan dari مصدر ج مصادر . Ada juga orang yang menyebutnya dengan
dalil (دليل
) karena beranggapan bahwa kedua kata tersebut adalah sinonim. Namun, bila
dilihat secara etimologis, keduanya tidaklah sinonim, setidaknya bila
dihubungkan dengan kata “syari’ah”. Kata masdar dapat diartikan suatu wadah
yang dari wadah itu dapat ditemukan atau ditimba norma hukum. Sedangkan dalil
berarti sesuatu yang memberi petunjuk dan menuntun kita dalam menemukan hukum
Allah.
Kata “sumber” dalam pengertian ini dapat digunakan
untuk al-Qur’an dan Sunnah, karena memang keduanya merupakan wadah tempat
ditimbanya hukum syara, tetapi tidak mungkin kata ini digunakan untuk ijma,
qiyas,dan yang lainnya , karena bukan wadah yang dapat ditimba norma hukum.
Ijma, dan qiyas merupakan cara/metode dalam menemukan hukum. Para ulama
mengartikan dalil dengan sesuatu yang dapat memberikan petunjuk kepada apa yang
dikehendaki.
Secara istilah dalil - seperti yang diungkapkan oleh
Abdul Wahab Khalaf - sebagai segala sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk
dengan menggunakan pemikiran yang benar untuk menetapkan hukum syara’ yang
bersifat amali, baik secara qathi’ maupun secara dhanni. Oleh karena itu kata
“dalil” dapat digunakan untuk al-Qur’an dan sunnah juga dapat digunakan untuk
ijma dan qiyas, karena memang semuanya menuntun kepada penemuan hukum Allah.
Al-Qur’an dan Sunnah merupakan الأدلة الأحكام المنصوصة sedangkan ijma dan qiyas merupakan الأدلة الأحكام
غير المنصوصة .
Untuk yang pertama sering para ulama menyebutnya dengan dalil naqli sementara
yang kedua disebut dalil aqli.
Selain ijma dan Qiyas yang termasuk dalam katagori
ini adalah al-Istihsan, al-Maslahah al-Mursalah, al-istishab, al-Urf, syar’u man
qablana, qaul shahabi. Namun yang disepakati para ulama hanyalah ijma dan
qiyas, artinya semua ulama memakai keduanya sebagai dalil hukum. Sementara yang
lainnya para ulama berbeda pendapat ada yang memakai, ada pula yang menolaknya.
Yang termasuk sumber hukum dan dalil hukum Islam adalah :
1.
Al-Qur’an
Yang menjadi sumber hukum Islam yang pertama dan
utama adalah al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan kitab suci yang ditutunkan kepada
Nabi Muhammad Saw ditulis dalam mushaf, diturunkan dengan perantraan malaikat Jibril
dinukilkan secara mutawatir, terdiri dari 30 juz dan 114 surat, merupakan
mukjizat bagi kenabian Muhammad dan bagi yang membacanya merupakan ibadah.
Dari 6 ribuan lebih ayat al-Qur’an, hanya sebagian
kecil yang mengandung hukum yaitu yang menyangkut perbuatan mukallaf dalam
bentuk tuntutan, pilihan perbuatan dan ketentuan yang ditetapkan. Hukum-hukum
tersebut mengatur kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan Allah maupun
dalam hubungannya dengan manusia dan alam sekitarnya Al-Qur’an merupakan sember
utama bagi hukum Islam sekaligus juga sebagai dalil utama fiqh. Alqur’an itu
membimbing dan memberikan petunjuk untuk menemukan hukum-hukum yang terkandung
dalam sebagian ayat-ayatnya.
Karena kedudukan al-Qur’an merupakan sumber pertama
dan utama bagi penetapan hukum, maka bila seseorang ingin menemukan hukum untuk
suatu kejadian, tindakan pertama yang harus ia lakukan adalah mencari jawaban
penyyelesaiannya dari al-Qur’an. Selama hukumnya dapat diselesaikan dengan
al-Qur’an, maka ia tidak boleh mencari jawaban lain di luar al-Qur’an.
Al-Qur’an juga menjadi sumber dari segala sumber hukum. Oleh karena itu, jika
akan menggunakan sumber hukum lain di luar al-Qur’an, maka harus sesuai dengan
petunjuk al-Qur’an dan tidak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan
al-Qur’an. Artinya sumber yang lain tidak boleh bertentangan/menyalahi
al-Qur’an.
2. Al-Sunnah
Al-Sunnah adalah apa-apa yang diriwayatkan dari Nabi
Muhammad, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun taqrir Nabi. Dari
definisi ini dapatlah kita fahami bahwa ada tiga katagori sunnah yakni sunnah
qauliyah yakni ucapan lisan Nabi yang didengan dan dinukilkan oleh sahabatnya.
Sunnah fi’liyah yakni semua perbuatan dan tingkah
laku Nabi yang dilihat, diperhatikan oleh sahabat nabi kemudian disampaikan dan
disebarluaskan oleh orang yang mengetahuinya. Sunnah taqririyah merupakan sikap
Nabi terhadap perbuatan para shahabat. Al-Sunnah ini berkedudukan sebagai
sumber dan sekaligus sebagai dalil hukum dalam hukum Islam setelah al-Qur’an. Dilihat
dari segi kualitasnya, sunnah yakni mutawatir, masyhur dan ahad. Ketiga
tingkatan ini merupakan sumber dan dalil hukum Islam.
3.
Ijma
Ijma adalah kesepakatan para mujtahid dalam suatu
masa setelah wafatnya Rasulullah SAW, terhadap hukum syara’ yang bersifat praktis.
Para ulama sepakat bahwa ijma dapat dijadikan argumentasi untuk menetapkan
hukum syara, tetapi mereka berbeda pendapat dalam menentukan siap ulama yang
berhak menetapkan ijma kecuali ijma shahabat. Ijma adalah salah satu dalil
syara yang memiliki tingkat kekuatan argumentasi setingkat dibawah dalil nash
(al-qur’an dan sunnah). Ia merupakan dalil pertama setelah al-Qur’an dan
sunnah, yang dapat dijadikan pedoman dalam menggali hukum syara. Dan ijma’
tersebut adalah ijma yang sharih, sementara ijma sukuti tidak dimasukkan
kedalam katagori ijma yang dapat dijadikan argumentasi, demikian pendapat imam
Syafi’i.
4.
Qiyas
Qiyas menurut ulama ushul adalah menerangkan hukum
sesuatu yang tidak ada nashnya dalam al-Qur’an dan Sunnah dengan cara
membandingkannya dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Atau
dengan perkataan lain qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash
hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan illah
hukum.
Dengan qiyas ini berarti para ulama telah
mengembalikan ketentuan hukum suatu pada sumbernya yani al-Qur’an dan Sunnah.
Karena hukum Islam terkadang bersifat implisit-analogik terkandung dalam nash
tersebut. Yang dilakukan dalam qiyas adalah penetapan analogis terhadap hukum
sesuatu yang serupa karena prinsip persamaan illat, maka hasilnya adalah akan
melahirkan hukum yang sama pula karena azas qiyas adalah menghubungkan dua
masalah secara analogis berdasarkan persamaan sebab dan sifar yang
membentuknya.
F. Metode
Penjelasan dan Pendekatan Hukum Islam Kontemporer
Salah
satu metode penjelasan dan pendekatan dalam memecahkan permasalahan kontemporer
adalah melalui metode lintas madzhab (perbandingan Madzhab) yakni dengan
mempelajari pendapat semua fuqaha dalam semua madzhab fiqh seperti madzhab
Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hambali, Dzahiri, Syi’ah Imamiyah dll beserta
dalil-dalil dan qaidah-qaidah istinbath masing-masing madzhab dalam membahas
sesuatu persoalan.
Kemudian
dibanding antara satu pendapat dengan pendapat yang lain, untuk kemudian dipilih
satu pendapat yang lebih benar, karena didukung oleh dalil terkuat, ataupun
dengan mengetengahkan pendapat baru yang dapat digali dari al-qur’an dan sunnah
melalui metode kajian ushuli, qaidah istinbath, maqasid syari’ah dan ilmu bantu
lainnya secara objektif dan terlepas dari pengaruh pendapat dan bembelaan
terhadap madzhab tertentu, serta terjauh dari segala unsur subjektifitas
pribadi, golongan dll. selanjutnya pendapat itu dibandingak dengan hukum
positif dengan tidak perlu mamaksakan pendapat dan pendirian pembahasnya
sendiri. Metode ini merupakan metode yang paling efektif untuk membasmi
khilafiyah, mempersatukan umat, memperkenalkan hakekat syari’at Allah yang
hakiki dan untuk membuktikan bahwa fiqh Islam dapat berkembang dan cocok untuk
setiap tempat, dan setiap waktu.
Adapun
metode pembahasannya adalah dengan metode tematik yakni terfokus pada suatu
permasalahan/persoalan tertentu, kemudian dibasas secara cukup luas dan
mendalam, sehingga semua bidang disiplin ilmu yang berkaitan dengan permasalahan
pokok ikut terlibat seperti ilmu kedokteran, kimia, fisika dll. Persoalan yang
dibahas juga tidak hanya terbatas pada persoalan yang telah dibahas dalam
kitab-kitab fiqh, akan tetapi meliputi pembahasan persoalan yang timbul dalam
masyarakat khususnya permasalahan yang baru dan bersentuhan dengan teknologi
seperti kloning, bank susu atau permasalahan-permasalahan aktual lainnya.
G. Kesimpulan
Pengertian
sejarah sosial hukum islam priode kontemporer adalah pengetahuan yang mempelajari kejadian yang
telah terjadi pada masa kini (kontemporer) yang berkaiatan dengan penetapan
hukum islam yang mengacu pada kondisi sosial umat islam
fenomena
pemikiran kontemporer sesungguhnya merupakan respon atas kondisi sosial
kekalahan bangsa Arab di tangan Israel pada perang enam hari Juni 1967.
Peristiwa itulah yang menjadi garis pemisah antara apa yang disebut dengan
pemikiran modern dan pemikiran kontemporer, Problem utama pemikiran Islam
Kontemporer umumnya terkait sikap terhadap tradisi (turats) di satu sisi dan
sikap terhadap modernitas (hadatsah) di sisi yang lain
Berbeda
dengan pemikiran tradisional yang menyikapi modernitas dengan apriori demi
konservasi, juga berbeda dengan pemikiran modern yang menyikapi tradisi sebagai
sesuatu yang mesti dihilangkan demi kemajuan; pemikiran Islam Kontemporer
terlibat pembacaan kritis terhadap kondisi tradisi dan modernitas sebelum
akhirnya mempertemukan keduanya, dalam kerangka menjawab tantangan kontemporer.
Bagaimana struktur pemikiran Islam Kontemporer, trend apa yang menjadi gagasan
besarnya
Dibawah ini akan disebutkan kondisi sosial masyarakat priode
kontemporer:
1.
Masa
Modren
2.
Hiperealitas
3.
Budaya
Populer
Karena
berkembangnya budaya-budaya di atas maka muncul juga permasalahan sosial yang
belum ada hukumnya seperti bank susu, bank sperma, ulama telah menfatwakan
mengenai hukum tersebut namun ada perbedaan pendapat akan tetapi hal tersebut
wajar-wajar saja tinggyang terbaik buat kita.
kita memilih Salah
satu metode penjelasan dan pendekatan dalam memecahkan permasalahan kontemporer
adalah melalui metode lintas madzhab (perbandingan Madzhab) yakni dengan
mempelajari pendapat semua fuqaha dalam semua madzhab fiqh seperti madzhab
Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hambali, Dzahiri, Syi’ah Imamiyah dll beserta
dalil-dalil dan qaidah-qaidah istinbath masing-masing madzhab dalam membahas
sesuatu persoalanmetode pembahasannya adalah dengan metode tematik yakni
terfokus pada suatu permasalahan/persoalan tertentu, kemudian dibasas secara
cukup luas dan mendalam, sehingga semua bidang disiplin ilmu yang berkaitan
dengan permasalahan pokok ikut terlibat seperti ilmu kedokteran, kimia, fisika
dll. Persoalan yang dibahas juga tidak hanya terbatas pada persoalan yang telah
dibahas dalam kitab-kitab fiqh, akan tetapi meliputi pembahasan persoalan yang
timbul dalam masyarakat khususnya permasalahan yang baru dan bersentuhan dengan
teknologi seperti kloning, bank susu atau permasalahan-permasalahan aktual
lainnya
DAFTAR PUSTAKA
Harun
Nasution, 1998, Dasar Pemikiran
Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas.
Harun Nasution, 1999, Dasar Pemikiran Pembaharuan dalam Islam”, dalam M. Yunan
Yusuf, et.al. (ed.), Cita dan
Citra Muhammadiyah (Jakarta: Pustaka Panjimas, hlm. 19.